Teori belajar sosial juga sering diterapkan untuk menjelaskan agresi lanjutan pada Anak yang telah dipukul.
Baca Juga: Hasil Liga Italia: Duo Milan Raih Kemenangan Perdana, Samdoria Takluk di Kandang
Kita belajar berperilaku berdasarkan apa yang kita lihat dan alami, dan memukul memberi tahu Anak bahwa kekerasan adalah cara yang dapat diterima dan normal untuk menunjukkan rasa frustrasi dan mengatasi 'perilaku buruk' pada orang lain.
Teori ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di 32 negara, yang menemukan bahwa orang yang dipukul saat kecil lebih cenderung menyetujui kekerasan dalam rumah tangga.
Dengan demikian, normalisasi kekerasan dalam keluarga terhadap Anak meningkatkan kemungkinan keterlibatan mereka dalam kekerasan dalam rumah tangga di kehidupan dewasa.
Menariknya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa Anak perempuan yang dipukul lebih mungkin menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga saat dewasa. Adapun Anak laki-laki yang dipukuli, mereka lebih cenderung menjadi pengganggu.
Menurut UNICEF, kekerasan terhadap Anak perempuan dimulai dengan hukuman fisik pada masa remaja. Dan keluarga di mana kekerasan dalam rumah tangga terjadi juga lebih mungkin untuk memukul Anak mereka.
Swedia adalah negara pertama yang melarang pemukulan pada tahun 1979. Generasi pertama anak-anak yang dibesarkan di bawah undang-undang saat ini sedang dipelajari, dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekerasan di kalangan remaja berkurang di negara-negara yang melarang pemukulan.
Sementara hasil ini menjanjikan, ada banyak faktor lain yang berperan, termasuk struktur sosial dan budaya, untuk dapat membandingkan Swedia dengan negara-negara lain di mana memukul tidak dilarang, dan studi lebih lanjut masih diperlukan.
Artikel Rekomendasi